A. Konstruktivisme
Menurut Von Glasersfeld (1988) pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ke-20 salam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun, apabila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok konsruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambastissta Vico, seorang epistemology dari Italia (Suparno, 1997).
Pada tahun 1710, Vico dalam De Anti quissima Italorumm Sapientia, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan.” Terkait dengan itu dia menjelaskan bahwa mengetahui bermakna berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa sesorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico, “hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa membuatnya. Sementara itu orang hanya dapat mengetahui segala sesuatu yang telah dikonstruksinya. Bagi Vico, pengetahuan selalu menunjuk kepada struktur konsep yang dibentuk. Ini berbeda dengan kaum empiris yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk pada kenyataan luar. Menurut, pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku. Sayang, Vico menurut banyak pengamat tidak membuktikan teorinya.
Berdasarkan identifikasi “mengetahui sesuatu dengan membuat sesuatu” Vico mengatakan bahwa matematika merupakan cabang pengetahuan tertinggi. Alasannya, orang menciptakan dalam pikiran semua unsur dan segala aturan-aturan secara lengkap dipakai untuk mengerti matematika. Orang sendirilah yang menciptakan matematika, sehingga orang dapat mengerti secara penuh. Sedangkan dalam pengetahuan fisika, terlebih humaniora, manusia tidak dapat mengerti secara penuh. Tuhan lah yang menciptakan mereka karena itu, bagi Vico mekanika adalah kurang pasti daripada matematika, fisika kurang pasti daripada mekanika, dan kegiatan-kegiatan manusiawi kurang pasti daripada fisika. Dengan cara ini Vico membedakan pengetahuan-pengetahuan manusia. (Pon pa dalam Suparno, 1997).
Kaitannya dengan pembelajaran, menurut teori Konstuktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperolah pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Teori ini adalah merupakan peningkatan dari teori yang dikemukakan oleh Piaget, Vigotsky, dan Bruner. Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peran untuk dapat membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, mak dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.
Teori belajar yang mencerminkan siswa memiliki kebebasan berpikir bersifat elektik. Teori belajar yang bersifat elektif artinya siswa dapat memanfaatkan Teknik belajar apa pun asal tujuan belajar dapat tecapai. Teori belajar yang mengakomodasi tujuan tersebut adalah teori belajar Humanistik.
Menurut Von Glasersfeld (1988) pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ke-20 salam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun, apabila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok konsruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambastissta Vico, seorang epistemology dari Italia (Suparno, 1997).
Pada tahun 1710, Vico dalam De Anti quissima Italorumm Sapientia, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan.” Terkait dengan itu dia menjelaskan bahwa mengetahui bermakna berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa sesorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico, “hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa membuatnya. Sementara itu orang hanya dapat mengetahui segala sesuatu yang telah dikonstruksinya. Bagi Vico, pengetahuan selalu menunjuk kepada struktur konsep yang dibentuk. Ini berbeda dengan kaum empiris yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk pada kenyataan luar. Menurut, pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat yang berlaku. Sayang, Vico menurut banyak pengamat tidak membuktikan teorinya.
Berdasarkan identifikasi “mengetahui sesuatu dengan membuat sesuatu” Vico mengatakan bahwa matematika merupakan cabang pengetahuan tertinggi. Alasannya, orang menciptakan dalam pikiran semua unsur dan segala aturan-aturan secara lengkap dipakai untuk mengerti matematika. Orang sendirilah yang menciptakan matematika, sehingga orang dapat mengerti secara penuh. Sedangkan dalam pengetahuan fisika, terlebih humaniora, manusia tidak dapat mengerti secara penuh. Tuhan lah yang menciptakan mereka karena itu, bagi Vico mekanika adalah kurang pasti daripada matematika, fisika kurang pasti daripada mekanika, dan kegiatan-kegiatan manusiawi kurang pasti daripada fisika. Dengan cara ini Vico membedakan pengetahuan-pengetahuan manusia. (Pon pa dalam Suparno, 1997).
Kaitannya dengan pembelajaran, menurut teori Konstuktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperolah pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Teori ini adalah merupakan peningkatan dari teori yang dikemukakan oleh Piaget, Vigotsky, dan Bruner. Konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peran untuk dapat membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, mak dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.
Teori belajar yang mencerminkan siswa memiliki kebebasan berpikir bersifat elektik. Teori belajar yang bersifat elektif artinya siswa dapat memanfaatkan Teknik belajar apa pun asal tujuan belajar dapat tecapai. Teori belajar yang mengakomodasi tujuan tersebut adalah teori belajar Humanistik.
COMMENTS